Rekreasi Keluarga, Demi Kebersamaan

Jelang libur panjang, segudang rencana berlibur pun disusun. Pantai. Kebun Binatang. Museum. Wahana Bermain. Semua sarana rekreasi menjadi wacana menarik untuk disinggahi.

“Ah, kakak mau main ke pantai, aja,” usul si sulung mengawali rencana. Ide tulus inipun langsung mendapat tangkisan,” Jangan, nanti kulit, Tante, jadi terbakar.” Belum rampung urusan keduanya, sang Ayah urun suara,” Sudahlah, kita ke museum saja. Rekreasi sambil belajar. Kan, sama-sama seru.” Ini hanya satu dari sekian perdebatan yang kerap ada di keluarga manapun.

Ya, meski satu saudara, tidak ada satupun yang searah dalam pemikiran. Kesemuanya punya minat dan keinginan masing-masing. Tentu, dengan niat yang sama yaitu menghadirkan liburan penuh kebersamaan.

Berlibur bersama, memang, jamak dilakukan. Terlebih bagi budaya orang timur. Bahkan ada pepatah yang menyebut “makan tidak makan, yang penting kumpul.” Ini berarti apapun dan bagaimanapun wujudnya, jalan-jalan bersama menjadi sebuah gawe besar yang dinantikan.

Nah, yang menarik adalah di balik jalan-jalan bersama, pastilah, terdapat pengeluaran uang yang menyertainya. Artinya, rekreasi jalan-jalan akan selalu menyedot budget khusus. Tentu, besar kecil, tergantung pada aturan domestik, kebutuhan dan tujuan dari rekreasi itu sendiri.

Bicara tentang dana rekreasi, Paul W Lermitte dan Jennifer Merritt dalam bukunya, Agar Anak Pandai Mengelola Uang, punya jawaban tersendiri. Menurut Paul dan Jennifer, berekreasi tergolong kebutuhan ekstra. Karena itu harus dibedakan dengan kebutuhan reguler (sehari-hari)–termasuk di dalamnya pemberian uang saku–dengan kebutuhan ekstra tersebut.

Untuk mempermudah pembeda kebutuhan, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian atas uang saku, traktiran dan pengeluaran keluarga.

Pertama, istilah uang saku. Asumsinya, anak berhak mendapat uang saku untuk belajar mengelola uang dengan baik sehingga boleh dipakai untuk keperluan belanja anak sendiri atau untuk orang lain (atas kehendak anak). Itu artinya, uang ini tidak boleh digunakan untuk membayar biaya rekreasi keluarga, kecuali ide rekreasi berasal dari si anak. Misal, ingin ke arena bermain.

Berikutnya, istilah traktiran. Ini diberikan oleh orang tua sebagai contoh nilai-nilai positif. Misal, kemurahan hati, kesediaan untuk berbagi, kebersamaan, saat-saat menyenangkan dan penghargaan. Pemberian traktiran bisa dilakukan dengan spontan atau bentuk hadiah bagi anak. Anak menjadi murid teladan, juara Pekan Olahraga dan Seni adalah satu dari sekian alasan yang bisa meluluskan orangtua memberi traktiran.

Istilah terakhir yaitu pengeluaran keluarga. Yang termasuk di dalamnya, segala kegiatan yang dilakukan secara teratur dan dibayar oleh orang tua. Sebagai contoh, setiap hari Minggu pagi, keluarga selalu sarapan di luar rumah. Maka acara ini tergolong pengeluaran keluarga.

Beda halnya kalau suatu saat anak ingin pergi makan siang ke restoran siap saji. Orang tua dapat menawarkan diri untuk sekedar mengantar saja. Dan anak membayar sendiri makan siang mereka–ini tergolong keperluan anak sendiri.

Dengan beberapa pengertian ini, maka tidaklah sulit melakukan kegiatan penuh kebersamaan. Apakah rekreasi bersama keluarga atau sekedar mengantar anak jalan-jalan ke arena bermain. Kesemuanya dapat dilakukan penuh suka cita. Toh, kebahagiaan keluarga akan berimbas positif pada perkembangan tiap individu di dalam keluarga, kan?.

Dengan demikian, baik Bunda maupun Ayah, tak perlu lagi merasa kuatir jika harus rekreasi bersama. Karena telah mempersiapkan jauh-jauh hari dengan matang. Termasuk di pos pengeluaran mana rekreasi ini akan diambil. Silahkan Mencoba!

(#)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *